Kamisan Sebagai Perlawanan: 17 Tahun Suara Tidak Terdengar!
Contents
- 1 Kamisan Sebagai Perlawanan: 17 Tahun Suara Tidak Terdengar!
- 2 Kamisan: Suara Damai yang Menuntut Keadilan
- 2.1 1. Asal-usul Kamisan:
- 2.2 2. Tujuan dan Makna Kamisan:
- 2.3 3. Tempat dan Waktu Pelaksanaan:
- 2.4 4. Prosesi dan Unsur Ritual:
- 2.5 5. Tantangan dan Hambatan:
- 2.6 6. Keterlibatan Masyarakat dan Pemerintah:
- 2.7 7. Pentingnya Kamisan dalam Perjuangan HAM:
- 2.8 8. Masa Depan Kamisan:
- 2.9 Berikut adalah daftar korban HAM:
- 2.10 Kesimpulan: Kamisan, Suara Damai yang Menggetarkan Keadilan
- 3 Author
Aksi Kamisan adalah percobaan melakukan aksi damai yang dimulai dari 18 Januari 2007 yang terdiri dari pada korban maupun keluarga korban pelanggaran HAM di Indonesia. Mereka terjdiri dari korban pelanggaran HAM lainnya. Aksi ini dilaksanakan setiap hari Kamis pukul 16.00 sampai 17.00 didepan Istana Presiden, mereka berdiri, berdiam, berbaju hitam dan menggunakan payung hitam yang bertulisan berbagai kasus pelanggaran HAM.
Mereka juga mengirimkan surat untuk Presiden, membuka spanduk, foto korban, dan membagikan lembaran kepada pengguna jalan. Warna Hitam dipilih sebagai lambang keteguhan duka cita mereka yang berubah menjadi cinta kasih kepada para korban sesama, payung sebagai lambang perlindungan, dan Istana Presiden sebagai lambang Kekuasaan.
Hari Kamis, 18 Januari 2007 adalah hari pertama dimulainya Aksi Diam. Tanpa di sadari bahwa negara sengaja mengabaikan ini terhadap berbagai kasus pelanggaran HAM di Indonesia, maka dengan digelarnya “Aksi Kamisan” atau yang dikenal juga dengan sebutan “Aksi Payung Hitam” adalah untuk berupaya untuk bertahan dalam memperjuangkan mengungkap kebenaran, mencari keadilan, dan menolak lupa. Di samping itu dengan selalu menggunakan surat terbuka kepada Presiden RI, merupakan pendidikan politik bagi para pemimpin bangsa.
1. Asal-usul Kamisan:
Gerakan Kamisan lahir sebagai respons terhadap lambannya penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Nama “Kamisan” sendiri berasal dari bahasa Jawa yang berarti Kamis, dan hari Kamis pertama setiap bulan dipilih sebagai momen simbolis untuk berkumpul dan bersatu dalam tuntutan akan keadilan. Pada tahun 2007, Kamisan pertama kali diinisiasi di Jakarta, dan sejak itu, gerakan ini menyebar ke berbagai kota di seluruh Indonesia.
2. Tujuan dan Makna Kamisan:
- Menuntut Keadilan: Kamisan memiliki tujuan utama untuk menuntut keadilan bagi korban pelanggaran HAM. Para peserta ini, yang terdiri dari keluarga korban, aktivis HAM, dan masyarakat umum, bersatu dalam suara untuk meminta pertanggungjawaban bagi para pelaku pelanggaran HAM.
- Peringatan dan Ingatan: Kamisan juga memiliki makna sebagai peringatan dan ingatan atas peristiwa-peristiwa tragis yang terjadi di masa lalu. Dengan berkumpul setiap Kamis pertama bulan, gerakan ini menegaskan pentingnya tidak melupakan sejarah gelap dan memastikan bahwa korban tidak terlupakan.
3. Tempat dan Waktu Pelaksanaan:
- Beragam Lokasi: Kamisan tidak terbatas pada satu lokasi tertentu. Di berbagai kota di Indonesia, peserta Kamisan berkumpul di lokasi-lokasi yang memiliki hubungan dengan kasus pelanggaran HAM tertentu. Ini bisa termasuk kantor pemerintahan, lokasi eksekusi, atau situs lain yang memiliki keterkaitan dengan kasus yang dibahas.
- Setiap Kamis Pertama: Gerakan ini rutin dilakukan setiap Kamis pertama bulan. Pilihan hari ini memberikan ketegasan bahwa tuntutan akan keadilan tidak akan reda dan terus bersuara setiap bulan.
4. Prosesi dan Unsur Ritual:
- Pembacaan Doa dan Pidato: Setiap pertemuan Kamisan umumnya dimulai dengan pembacaan doa dan pidato yang menyoroti urgensi keadilan. Pidato ini sering kali disampaikan oleh keluarga korban, aktivis HAM, dan tokoh masyarakat yang mendukung gerakan ini.
- Simbolisme Merah: Para peserta ini sering mengenakan pakaian berwarna merah sebagai bentuk simbolisme. Warna merah ini mencerminkan semangat perjuangan dan darah yang tertumpah sebagai akibat dari pelanggaran HAM.
5. Tantangan dan Hambatan:
- Intimidasi dan Penghadangan: Para peserta Kamisan kerap menghadapi tantangan seperti intimidasi, pengawasan ketat, atau bahkan upaya penghambatan oleh pihak-pihak yang mungkin tidak setuju dengan gerakan ini. Meskipun demikian, ketekunan para aktivis dan keluarga korban tetap menjadi dorongan untuk terus bersuara.
6. Keterlibatan Masyarakat dan Pemerintah:
- Dukungan Masyarakat: Kamisan telah mendapatkan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat. Masyarakat umum, mahasiswa, dan organisasi-organisasi kemanusiaan ikut serta dalam gerakan ini, menciptakan tekanan sosial yang berpotensi mendorong pemerintah untuk bertindak.
- Respons Pemerintah: Respons pemerintah terhadap gerakan Kamisan bervariasi. Beberapa pemangku kepentingan mengapresiasi upaya untuk menegakkan keadilan, sementara yang lain mungkin merasa terancam oleh tuntutan publik tersebut.
7. Pentingnya Kamisan dalam Perjuangan HAM:
- Menciptakan Kesadaran: Kamisan telah memainkan peran kunci dalam menciptakan kesadaran akan pentingnya menjaga hak asasi manusia. Dengan terus menyuarakan keadilan, gerakan ini membangun pemahaman bahwa hak asasi manusia adalah landasan moral yang tidak bisa diabaikan.
- Mendorong Pertanggungjawaban: Melalui demonstrasi damai dan pertemuan rutin, ini menjadi instrumen untuk mendorong pertanggungjawaban. Pemerintah dan lembaga terkait terdorong untuk memberikan kejelasan dan tindakan konkrit terkait kasus-kasus pelanggaran HAM.
8. Masa Depan Kamisan:
- Harapan Akan Perubahan: Kamisan membawa harapan akan perubahan positif. Dengan terus menyuarakan keadilan, gerakan ini memiliki potensi untuk menciptakan perubahan struktural yang lebih besar dalam sistem penegakan hukum dan perlindungan HAM di Indonesia.
- Pentingnya Keberlanjutan: Untuk memastikan keberhasilan gerakan ini, keberlanjutan menjadi kunci. Dukungan masyarakat, keterlibatan pemerintah, dan perhatian dunia internasional perlu terus dijaga agar Kamisan tetap relevan dan efektif dalam perjuangannya.
Berikut adalah daftar korban HAM:
- Dedy Umar (Hilang tanggal 29 Mei 1998) terakhir terlihat di Tebet, Jakarta Selatan.
- Herman Hendrawan (Hilang tanggal 12 Maret 1998) terakhir terlihat di gedung YLBHI.
- Hendra (Hilang tanggal 14 Mei 1998) terakhir terlihat di Glodok Plaza, Jakarta Pusat.
- Ismail (Hilang tanggal 29 Mei 1997) terakhir terlihat di Tebet, Jakarta Selatan
- Yusuf (Hilang tanggal 7 Mei 1997) terakhir terlihat di Tebet, Jakarta Selatan
- Nova Al Katiri (Hilang tanggal 7 Mei 1997) terakhir terlihat di Jakarta
- Petrus Bima (Hilang tanggal 1 April 1998) terakhir terlihat di Grogol, Jakarta Barat
- Sony (Hilang tanggal 26 April 1997) terakhir terlihat di Kelapa Gading, Jakarta Utara
- Suyat (Hilang tanggal 13 Februari 1998) terakhir terlihat di Solo, Jawa Tengah
- Ucok (Hilang tanggal 14 Mei 1998) terakhir terlihat di Ciputat, Tanggarang Selatan
- Yani Afri (Hilang tanggal 26 April 1997) terakhir terlihat di Kelapa Gading, Jakarta Utara
- Yadin Muhidin (Hilang tanggal 14 Mei 1998) terakhir terlihat di Sunter Agung, Jakarta Utara
Tidak hanya itu Sejak meninggalnya Aktivis Munir Said Thalib, pada 2004 silam dan ketika negara lalai dalam pengungkapan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu. Palanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia masih menjadi tanda tanya, dimana penyelesaian secara yudisial hingga kini tidak pernah dilakukan terhadap pihak-pihak yang menjadi dalang dari kasus pelanggaran terhadap HAM.
Kesimpulan: Kamisan, Suara Damai yang Menggetarkan Keadilan
Kamisan, sebuah gerakan damai di Indonesia, memainkan peran penting dalam menyuarakan keadilan dan menuntut pertanggung jawaban atas pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Gerakan ini, yang pertama kali muncul pada tahun 2007, telah menjadi simbol perlawanan damai yang berfokus pada pengungkapan kebenaran Slot Online, mengingatkan masyarakat akan sejarah gelap, dan membangun solidaritas bagi para korban dan keluarganya.
Pertemuan yang rutin setiap Kamis pertama bulan melibatkan berbagai pihak, termasuk keluarga korban, aktivis HAM, dan masyarakat umum. Nama “Kamisan” yang dipilih sebagai nama gerakan tidak hanya merepresentasikan hari penyelenggaraannya tetapi juga mengekspresikan tekad untuk terus menyuarakan hak asasi manusia.
Gerakan ini menuntut keadilan sebagai respons terhadap lambannya penanganan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Melalui pembacaan doa, pidato, tanda-tangan petisi, dan serangkaian ritual, Kamisan menciptakan momentum untuk membuka mata masyarakat akan keadaan yang perlu diperjuangkan demi mencapai keadilan.
Baca juga Artikel dari “Tidak Ada Presiden 3 Periode, Joko Widodo: Saya Tidak Mau!”